Senin, 06 Januari 2014

perahu kertas ku karam dalam segelas kopi hitam

Perahu yang tak pernah kokoh ini akhirnya karam juga. Tanpa jeda untuk menghela nafas, angin kecil berhasil merobohkan bentangan layarnya. Aku masih berdiri disini, masih ingin mengerti, tanpa harus menahan tawa. Karena aku tak mengerti arah angin mana yang berhasil membuatnya tumbang. Dan aku terdiam....lama sampai waktu yang ku punya terbuang percuma. Aku menepi, sudut gelap yang dulu silih berganti memberiku hitam dan putih kembali ku tengok, dan aku melambai. Tegang aku menunggu jawabnya, dan yang aku dapat, tempat itu kosong sudah. Tak ada lagi bahu untukku disana, tak ada lagi rasa yang sama disana. Apa aku menyesal telah membuatnya pergi dulu? Aku benci kata MENYESAL, tapi hanya itu yang aku tau sekarang.

Ini waktunya aku mencari itu setelah tujuanku yang lain terpenuhi. Ini waktunya aku mendekat tapi kenapa justru ini menjauh....pergi, kapan akan menyapaku lagi?

Ku tuang kopi hitam dicangkir pertamaku, ku nikmati dengan cepat selagi panas, dan cangkir pertamaku cepat sekali menjadi kosong kembali. Ku tuang untuk yang kedua kali, ku nikmati perlahan, sedikit demi sedikit agar tak cepat habis, tapi kenyataannya, perutku mulai kembung, karena kopi hitamku yang panas telah menjadi dingin. Aku tak menyerah, ku tuang untuk kali ketiganya, aku tak ingin kecewa lagi, ku beri dia jeda sejenak sampai kepulan asapnya tak terlalu, dan panasnya menghangat, ku hirup perlahan aromanya dan ku mulai meneguk perlahan tapi tak terlalu pelan, ku beri jeda sebentar dan hanya sekejab saja lalu ku teguk lagi sampai habis selagi hangat. Dan aku berhasil menikmatinya, kehangatan bentuk yang aku damba.

Ini lebih seperti cinta, tak bagus bila terlalu cepat dan terburu-buru. Hasilnya hanya akan ada pertengkaran yang tak seharusnya ada, karena belum saling mengenal. Dan tak selayaknya lambat, sampai lelah menunggu sehingga karam tanpa permisi, hambar tanpa kompromi. Enak itu yang hangat, medium tak perlu terlalu cepat karena takut terlambat dan juga tak harus kehilangan karena menunggu terlalu lama. Biarkan ada jeda,biarkan semua menyatu, mengenal dan tak berseteru. Jangan memaksa untuk lebih cepat atau melambatkannya, tapi liat bagaimana semua berproses. Terlalu indah untuk melewatkan sebuah proses, karena hanya dengan proses kita tidak akan terlalu sering mengeluarkan protes.

Hidup bukan masalah koma atau titik tapi lebih kepada bagaimana kita dengan bijak memasangkannya. Sekali lagi tidak dengan memaksa. Pun aku, aku tak akan memaksa, aku akan menunggu, sampai hadirnya tak perlu ku sadari tapi aku selalu ada. Menunggu itu lelah tapi aku bisa apa, aku masih disini dan hanya bisa begini, itu saja.

Mereka bisa apa? Tak mungkin selalu benar, tak mungkin lebih menjadi tepat, karena yang mereka tau hanya apa yang mereka lihat bukan apa yang sebenarnya ada. Semua tetap ditanganku, kalian bebas berpendapat, tapi jangan lupa tetap aku yang mempunyai kendali atas ini. Kopi hitam ini waktunya berganti dengan segelas coklat hangat, akan ku peluk dan dia lebih membuatku nyaman.