Kamis, 31 Oktober 2013

K A M U

Aku mengenalmu lewat tulisan, sebuah nama yang pertama aku baca tanpa aku tau siapa pemiliknya. kita dikenalkan dengan sengaja oleh suatu organisasi yang sempat menaungi kita. tak ada kesan spesial saat pertama aku melihatmu, itu sekitar beberapa tahun yang lalu, saat kita sama-sama masih duduk dibangku SMA. 
      Kita tak banyak bicara atau sekedar saling menyapa, bahkan kita terkesan sangat jauh dan hanya akan ada kalimat yang keluar ketika kita saling membutuhkan bantuan, hanya itu. Kita seperti dua kutub yang tak saling melihat.
Aku memanggilmu si " Tiang Listrik "

kamu yang tidak terlalu aktif membuat aku semakin tidak mengenalmu, selain nama. kesibukan dan perbedaan pergaulan membuat kita semakin jarang bertemu. terlebih saat kita sudah mulai hidup dalam perantauan. kau dimana aku dimana, sebenarnya kita dekat hanya saja kita tak saling tau. kini tak hanya lagi jarang tapi kita memang sudah tidak pernah bertemu lagi.

dan....aku mulai melupakanmu.....

     entah kapan bermula, sepertinya beberapa waktu yang lalu ketika ketidak sengajaan, tanpa rencana dan bahkan tidak terpikirkan, alam kembali sepakat untuk mempertemukan kita. 
hay....kamu!!!

beda banget....kamu sudah bukan sosok yang seperti aku lihat dulu, dari segi fisikmu saja kini kau sudah tampak berbeda. pembawaanmu kini terlihat dewasa, kamu masih seperti dulu tak banyak bicara ketika tak menemukan sosok yang tepat, tapi kamu akan selalu menjelma menjadi sosok yang luar biasa cerewet ketika kamu sudah mulai merasa nyaman dengan sikon disekelilingmu. si " Tiang Listrik " sekarang telah berubah menjadi " Teletubies ".

  kamu masih memiliki tubuh paling tinggi diantara kami, malah kalau berdiri disampingmu, tinggiku hanya seketekmu saja.
tubuhmu sudah tak sekurus dulu, kini lebih berisi terlebih perutmu yang sepintas mirip wanita yang hamil 5bulan, itu kenapa aku memanggilmu " Teletubies " hahaha piss.
gak tau bagaimana, kita jadi dekat sekarang, kondisi yang tidak pernah terbayangkan bagiku sebelumnya.  mengenalmu yang sekarang berbeda jauh dengan dirimu yang dulu, kini kamu lebih terbuka. kamu ternyata orangnya lucu ya. gak pernah kehabisan bahan guyonan ya walaupun sering kali kamu menjadikan aku bahan becandaan saat kita sedang ngobrol berdua. tapi aku jadi sedikit banyak tau seperti apa kamu yang sekarang.

     dan kamu.... selalu punya rencana menarik untuk membuat aku selalu setuju. tapi kamu.... cuek mu itu yang membuat aku tak bisa membedakan kamu sedang serius atau bercanda, karena apapun kamu selalu menanggapinya dengan santai dan cuek. kadang aku membenci itu. tapi apapun kamu, walaupun selalu membuat aku migren setelah lama ngobrol denganmu, tapi kamu.... teman terkerenku saat ini, kamu iya kamu sembuh dong.....

Senin, 21 Oktober 2013

malam yang hebat untuk MESAKKE BANGSAKU by PANDJI PRAGIWAKSONO

“ Terima kasih kita masih berjalan bersama, tembus badai opini dan tsunami hujatan “
-Untuk Sahabatku, dari album 32-


                Tiga puluh lima derajat, parameter suhu yang terbaca oleh mata ku disebuah aplikasi yang tertera jelas dari layar smartphone Andromax milik bapak-bapak disebelahku. Suhu yang cukup bisa membuat butir-butir keringat menetes deras. Kepulan asap rokok dari mulut bapak-bapak pemilik smartphone itu membuat mata dan hidungku makin pengar selain  karena asap kendaraan yang berganti-ganti hilir mudik dihadapanku. Semakin lama berdiri, halte kecil ini semakin penuh saja, membuat keringat yang mengalir semakin tidak terkendali. Aku masih sempat mencuri lirik ke arah bapak-bapak yang tadi duduk disebelahku. Masih dengan rokok dengan asap yang terus mengepul keudara tangan kanannya terus asik bermain dengan andromax-nya seolah panasnya cuaca siang ini tak berarti lagi. Aku iri dibuatnya, andai saja aku juga punya Hp seperti dia pasti aku tak hanya membunuh waktu menunggu bis ini dengan mengeluh dan berkali-kali mengusap keringat yang memenuhi dahi. Hp jadul ku tiba-tiba berbunyi seolah merasa ketika sedetik lalu aku bersedih karena hanya memiliki dia.
Siang ini aku berdiri disini bukan tanpa alasan, siang ini aku rela bermandikan keringat bersama mereka yang entah pada mau kemana bukan tanpa tujuan, dan siang ini mendapat bonus bau ketek dari para mereka hanya karena satu tekat untuk segera berangkat dan tidak ingin terlambat.

                Aku mengambil lolypop dari kantong ransel yang ku gendong, sesaat sebelum bis yang akan membawaku ke Solo datang. Seperti dugaanku sebelumnya, bis bisa aku pastikan bakal penuh, dan benar saja tak ada bangku yang tersisa kecuali jok depan tepat diatas mesin yang bisa disimpulkan sendiri seberapa panas kalau duduk disana. Bus AC ini jadi tidak berasa AC karena posisi dudukku tidak memberiku ruang yang leluasa untuk menikmati perjalanan kurang lebih tiga jam kedepan. Hawa panas yang tercipta dari bagian bawah pantatku, yaitu mesin bis, dan tepat dari kaca depan bis ini sendiri, membuat aku tak henti-hentinya meringis.
Pukul 15:07 Wib, aku mendarat dengan manis dan penuh sahaja di Terminal Tirtonadi Surakarta, terminal yang selalu dengan setia menyambut kedatanganku setiap kali aku bertandang ke kota ini. Ini masih sore dan aku masih punya banyak waktu sebelum ke tempat tujuan utamaku malam nanti.  Dengan tas ransel yang masih dengan setia menemani kesendirianku hari ini, aku menghabiskan sore dengan menunggu senja  di langit Solo, langit dengan awan yang melengkungkan senyumnya kepadaku. Hingga langkah kaki di ujung senja mengantarkan aku pada gerbang yang menyambutku dengan hangat.

                Teater Arena Taman Budaya Surakarta, tempat inilah yang menjadi tujuanku hari ini. Kota Solo bukan kota asing buat aku, karena bagiku Solo masih menjadi rumah keduaku, tapi untuk masuk ke tempat ini, inilah pengalaman pertamaku. Nuansa jawa yang Solo banget mulai terasa begitu aku memasuki gerbang Arena TBS ini. Di koridor utama aku mendapati kursi yang berjejer rapi, awalnya aku pikir disinilah aku akan menghabiskan malam mingguku kali ini tapi ternyata aku salah, kursi yang tertata rapi itu untuk para tamu undangan pernikahan yang akan digelar malam nanti di pendopo utama Arena TBS ini, untung saja aku tak sembarangan masuk bisa-bisa kenyang aku disitu nanti hahaha. Pandangan aku arahkan pada sebuah sudut yang terjangkau mata, sebuah mobil terparkir didepannya. Aku berjalan mendekat dan benar saja mobil itu adalah mobil Smartfren yang menjadi sponsor utama dari acara yang akan aku lihat malam nanti. Berarti di ruangan inilah nanti acara itu akan digelar. Aku melihat beberapa mas-mas yang sepertinya mereka panitia hilir mudik didepanku yang masih mematung tak jauh dari mobil Smartfren tadi terparkir. Masih sepi, belum banyak yang datang padahal ini sudah pukul 17:39, sempat takut acara akan molor tapi aku ingat betul bahwa pengisi utama acara ini tidak suka molor alias ontime, aku kembali bersemangat. Langit berubah gelap dan hujan mulai turun tepat saat aku mulai berdiri mengantri untuk masuk ke tempat acara. Tepat disebelah kananku terlihat jelas poster besar bertuliskan judul acara yang akan menemaniku malam ini. Ya walaupun beberapa kali jatuh tertiup angin dan itu berhasil membuat para panitia kerepotan.  

                Hujan deras tepat saat aku memasuki sebuah ruangan yang tidak terlalu besar tapi terasa sangat hangat dan nyaman. Dengan deretan bangku kayu yang berundak keatas dan membentuk huruf U. aku memilih duduk dideretan paling depan, agar mata lebih leluasa untuk melihat ke panggung yang tegak berdiri didepanku. Panggung itu tidak terlalu besar, sempat kaget sebenarnya, hampir tidak percaya seorang yang sangat aku idolakan hanya akan beraktivitas dipanggung sekecil itu. Ini pemandangan dan tata ruang yang jauh berbeda dari tempat yang biasa aku datangi dengan acara yang serupa. Ada dua pintu yang berada dipojok atas kanan dan kiriku, namun hanya satu pintu saja yang difungsikan. Sementara disetiap pojok yang lain bertebaran standing barnernya smartfren. Pertunjukan baru akan dimulai setengah jam lagi aku menghabiskan waktuku dengan menikmati suasana jawa yang kental dari ornament gedung ini dan membaca beberapa brosur smartfren yang diberikan oleh petugas saat aku masuk tadi.

                Tepat pukul 19:00 lampu tiba-tiba meredup, hanya ada satu lampu sorot mengarah tepat ke tengah panggung sehingga siapa saja bisa dengan jelas membaca tulisan yang ada di spanduk besar yang dipasang di tengah panggung. “ MESAKKE BANGSAKU stand up comedy tour PANDJI PRAGIWAKSONO”. Seorang bertubuh padat masuk dan berdiri ditengah panggung, dia MC untuk malam ini. MC yang tak banyak bicara dan tak banyak basa basi atau beramah tamah dengan penonton seperti MC-MC lain yang biasanya memberi kesan menyenangkan pada acara seperti ini, MC kali ini terlalu sedikit bicara dan to the poin, beda sekali dengan beberapa MC yang aku lihat pada acara yang serupa ditempat lain.
Well acarapun dimulai, opener pertama dari comic local Solo, Indra Narendra. Comic gembul asal Boyolali, materi yang dibawakan lumayan, mungkin bila sedikit lagi diasah pasti akan lebih baik, tapi untuk hitungan comic local cukup menghiburlah. Lalu penampilan kedua dilanjutkan oleh Liant Lin, opener yang khusus dibawa oleh pandji untuk menjadi opener utama dalam tour stand up nya di Solo kali ini. Cowok yang tidak terlalu tinggi ini, keturuanan cina. Umurnya 21tahun dan dia calon dokter, siapa sangka hahaha jaman sekarang dokter gak Cuma jago nyanyi tapi ada juga yang jago stand up, ya macam dia itu. Pemanasan yang sangat menarik sebelum pada akhirnya kami harus siap untuk menahan kram perut karena tertawa nanti.



                Pandji Pragiwaksono, sosok biasa yang menurutku luar biasa. Cara pandang dan cara berfikirnya cerdas. Kalau om Indro kasih kompor gas aku bakal kasih dia kompor listrik, gak terlihat apinya tapi begitu ngerasaiin panasnya gak main-main, kerennya pake banget. Dengan memakai celana jeans biru, kaos bergambar logo “MesakkeBangsaku” dipadu dengan ini namanya jas apa cardigan ya entahlah apa namanya pokoknya warnanya putih. Ada sebuah meja dan kursi diatas panggung, penampilan yang tak biasanya. Ini bukan kali pertama lihat pandji stand up secara langsung. Tapi ini untuk pertama kalinya melihat pandji sesantai ini. Panggung yang tadi aku pikir terlalu kecil untuknnya, ternyata bisa dia sulap menjadi senyaman itu hanya dengan dia tak banyak bergerak alias duduk. Kami seperti tidak sedang melihat suatu pertunjukan melainkan sedang ngobrol santai, mendiskusikan banyak hal dengan selingan tawa yang menghangatkan keakraban kami di sabtu malam ini.

                Pandji membuka pertunjukannya dengan begitu mempesona, dia terlihat sangat nyaman dengan panggung kecilnya, kursi dan meja yang diatasnya ada sebotol air mineral dan secangkir kopi yang ditengah acara dia sempat minta isi ulang. Keresahan-keresahan yang dia coba sampaikan kepada kami membuat kami tak henti-hentinya ber “ooo” ria dan tertawa terbahak sampai mulut dan perut kompak merasakan kram. Seperti tema yang dia bawa, malam ini dia banyak membahas masalah persatuan, masalah ekonomi, politik, pendidikan dan sebagai penyempurna dia tak pernah absen untuk berbagi cerita tentang keluarganya, tentang Dipo…si imut yang hmmm pengen ngebungkus dan aku bawa pulang aja deh rasanya.
Pembicaran bergulir dari masalah kaum minoritas yang ada di Indonesia. Dari pandji aku jadi tau prosentase mereka. Mulai dari golongan minoritas yang banyak dipandang sebelah mata sampai kaum minoritas yang justru menguasai hampir sempurna perekonomian di Indonesia. Pembicaraan menarik yang dikemas rapi dalam sebuah materi stand up comedy. Dengan halus tema berganti pada masalah pendidikan dengan mengambil perbandingan dengan salah satu Negara yang punya system pendidikan paling bagus. Aku dibuat mengerti dengan banyak hal dan aku dibuat gelisah dengan fakta-fakta tentang Indonesia yang selama ini kurang aku perhatikan. Benar memang kalau Indonesia itu perlu dikasihani, aku jadi mengerti kenapa Pandji mengusung tema ini. Nasib bangsa ini tidak lain dan tidak bukan ada ditangan generasi mudanya itu kenapa lewat stand up Pandji ingin menularkan kesadaran nasionalisme itu kepada generasi penerus bangsa, kalau bukan kita yang peduli pada nasib bangsa, mau siapa lagi?. Malam ini sungguh luar biasa, dia banyak menularkan ilmunya kepada kami terlebih aku, ini seperti kuliah dengan sensasi stand up comedy.

                Ada Pandji pasti bakal ada yang kena rifting, itu kenapa untuk orang yang berpengalaman pasti memilih untuk tidak duduk paling depan atau berpenampilan mencolok sehingga menarik perhatiannya. Malam ini yang jadi korban rifftingnya Pandji ada dua orang, mas-mas berkaos ijo yang selama pertunjukan Pandji suka sekali memanggilnya “Tujuh” dan seorang berbadan padat berisi yang bila dibandingkan fico comic SUCI3 dia lebih bengkak lagi. Mereka berdua yang menjadi camilan kami disela hidangan inti dari materi-materi Pandji. Entah sudah berapa kali aku tertawa sampai terjongkok karena tingkah polah pandji yang begitu absurd.
Setiap menit yang bergulir, kehangatannya semakin mengakrabkan kami. Perasaan nyaman ini membuat aku tidak ingin acara ini cepat berakhir, tapi waktu tidak sependapat, dengan senyum yang tulus pandji pun mengakhiri stand up comedynya, reflex aku berdiri untuk bertepuk tangan sekaligus itu caraku untuk mengucapkan terima kasih kepadanya atas pertunjukan hebat dan pembelajaran yang keren darinya. Senyumkupun seolah tak mau lepas sampai pada akhirnya sesi foto bareng pandji dimulai. Ketika semua penonton mengantri dengan senangnya untuk berfoto bersama pandji, aku masih dengan tenang duduk dibangkuku sambil melihati tingkah mereka. Banyak senyum disana semua tampak begitu puas malam ini. Tak ada keluhan atau cercaan yang aku dengar walaupun kuping sudah kupasang baik-baik, semua yang aku dengar hanya pujian, pujian dan pujian untuk pandji, gila ini keren banget, pandji memberi kami kepuasan ditengah dahaga kebodohan yang tidak kami sadari. Mataku semakin terbuka kini. Pengalaman luar biasa yang tak akan aku lupakan.

                Aku berdiri otak memintaku untuk segera keluar dari tempat ini, tapi langkah kaki sedang tidak kompak, yang ada dia malah membawaku semakin dekat dengan panggung. Memasukkan aku dalam antrian panjang, degub jantungku kian tak menentu ketika kusadari antrian semakin menipis dan aku semakin dekat dengan giliran. Bukan karena aku tak ingin berfoto dengan pandji, siapa coba yang tidak ingin foto bersama dengan orang sekeren dia tapi aku malu karena diantara orang-orang yang hadir disini hanya aku yang berbekal hp butut, semoga saja mas-mas yang membantuku mengambil gambar nanti tidak tertawa dibuatnya. Hp jadulku kini sudah berpindah tangan, seorang mas-mas berkaos hitam membawanya dan bersiap mengambil foto. Pandji melihatku yang ragu-ragu, dia ulurkan tangannya panjang untuk meraih tanganku, sejenak dia amati aku yang kini berdiri tak jauh darinya. Aku tau apa yang menyita perhatiannya, pasti bukan karena mukaku yang aku jamin jelek banget dan tak berbentuk malam ini tapi karena kaos yang aku pakai.
“ wuihhhh..kaosnyaaaa…. kerennnn!!!” kalimat itu yang keluar dari mulutnya setelah menyambut tanganku, dengan bangga akupun menjawab.
“ kaos album 32 nih bang!!!”



Seketika itu juga rasa ragu itu hilang menjelma dengan sempurna menjadi percaya diri, ku jabat lagi tangannya, terakhir sebelum langkah ini menjauh pergi, perlahan menjauh dari panggung kecil ini, keluar dari gedung ini dan berjalan semakin jauh dari Arena TBS ini. Terima kasih untuk malam yang luar biasa, kini aku bisa pulang dengan segala kelegaan yang membayar lunas semua kelelahan hari ini dan aku bersiap untuk hari nanti. Terima kasih Pandji Pragiwaksono untuk belajar barengnya, perjalan pulang 3jam ini aku pastikan tidak akan terasa, itu semua karena malam yang keren ini. 

#masih ada yang tertinggal sebenarnya, waktu sesi tanya jawab sebenarnya aku pengen bertanya tapi sayang aku tidak mendapat kesempatan
" bang, aku tau seberapa peduli abang sama politik, lantas kenapa abang tidak masuk dunia politik? "