Seingetku dulu, hari minggu adalah surganya anak-anak. Acara televisi yang menyuguhkan program untuk mereka saling berebut perhatian. Tapi hari minggu jam sekarang justru jadi biang neraka, kebanyakan program televisi menampilkan penampakan para alay yang gak pernah absen nongol 24jam dalam 7hari. Kalau media saja membantu membunuh karakter anak, lantas kenapa harus heran ketika mereka, para bocah itu kehilangan identitas mereka. Tak ada lagi lagu anak, mereka justru tak pernah tau apalagi menghafal lagu untuk mereka. Yang ada otak mereka tersuntik dengan halus oleh lagu-lagu orang dewasa yang penuh dengan segala macam arogansi cinta. Lalu mereka harus lari kemana lagi kalau saja layanan internet juga dipenuhi oleh situs-situs dewasa yang dengan mudah terakses. Lantas heran kah kita kalau ada perkosaan anak dibawah umur? Anak yang pikirannya sudah dewasa sebelum waktunya?
Tak jarang mata menangkap sosok mereka berkeliaran bergandeng tangan dengan lawan jenis. Coba kita tanya lebih tau mana mereka antara kata "pacar" dan "pancasila". Bisa kita bandingkan sefasih apa mereka menghafal lagu cinta dengan lagu lihat kebunku. Masih ingin generasi penerus yang lebih baik, kalau tumbuh kembang otak mereka saja sudah banyak terkontaminasi?
Berdoa saja...
Mataku selalu lekat saat membaca banyak berita pembunuhan akhir-akhir ini. Tidak main-main karena sebagian dari mereka adalah anak dibawah umur. Lihat itu...bahkan otak membunuh mereka saja sudah terbangun kuat!!!! Aku, saat seusia mereka dulu jangankan melukai orang lain, melihat darah yang keluar dari leher ayam yang disembelih saja tak pernah tega. Dan hampir 90% aksi itu didasari karena cinta, keaneka ragaman bentuk dan akibatnya.
Aku punya true story tentang masalah cinta anak jaman sekarang. Ini terjadi pada adik lelakiku.
Petang itu sepulang kerja, aku mendapati segerombolan cowok yang sedang mengitari adikku, di pinggir jalan ketika dia menungguku pulang kerja. Aku setengah berlari tanpa kata mendekat. Aku mendengar perdebatan yang terjadi. Sebuah pukulan mendarat tepat di kepala adikku sebelum aku sampai. Darahku langsung naik, rasa tak terima melihat perlakuan kasar itu membuat aku berteriak. Dan well terikan itu berhasil menyita pandangan mereka. Semakin aku dekat semakin aku dengar apa pembicaraan mereka. Ada seorang cewek berseragam putih abu-abu berdiri ditengah mereka. Awalnya aku berpikir pertengkaran itu pasti terjadi karena rebutan pacar, tapi ternyata aku salah.
Cewek itu adalah mantan dari cowok yang tadi memukul adikku. Dan aku tau cewek itu bukan pacar adikku. Ada apa sebenarnya?
Aku mendengar masing-masing alibi mereka. Aku berusaha tak memihak siapapun. Kalaupun saat itu adikku memang yang salah, aku sendiri yang akan mengurusnya. Tapi ini lucu...
Setelah aku mendengar masing-masing dari mereka termasuk si cewek, masalahnya sepele sekali...
Karena inbox di fb.
Adikku dan cewek itu yang notabene temenan dari kecil sering chat di fb. Dan ada salah satu kalimat di chat itu yang tulisannya begini "muach muach muach". Yap yap dan kalimat itulah yang bikin cowok itu marah. Jadi si mantan itu cemburu gitu ceritanya. Hadeh...
Adikku kena pukul dan didamprat segerombolan cowok kurang kerjaan yang cemburu pada mantan yang dapat inbox dari sahabatnya bertuliskan "muach". Ini mereka udah SMA lho, tapi pikirannya pada cetek banget. Gini nih kalau kecil sok dewasa giliran udah besar justru kaya abak kecil. Tapi tetep aja gitu tu cowok gak mau aku sebut anak kecil. Padahal jelas banget itu bukan masalah, orang si cewek sama adikku dengan kompak ngasih alibi yang sama, cuma tu cowok tuh yang bikin alibi sendiri. Udah gitu marah-marah dengan kata-kata kasar. Sama sekali gak menghargai aku sebagai penengah dan orang yang lebih tua diantara mereka. Bahkan tak jarang dia menunjuk-nunjuk mukaku dengan jari telunjuknya. Ini anak gak punya sopan sama sekali. Bahkan untuk meredam emosi saja dia belum mampu.
Hmmm, aku yang sangat rindu masa kecilku dulu jadi ingin mengajak semua anak kecil sekarang untuk ikut denganku. Agar mereka tau bagaimana indahnya menikmati masa kecil selayaknya anak kecil. Aku tak pernah rela mereka terdewasakan oleh hal-hal yang seharusnya belum mereka dapatkan. Kalau kelak aku menikah dan punya anak, aku ingin anak-anakku tau apa itu dunia anak. Tanpa bahasa cinta ala remaja, tanpa media perentas otak dan biarkan mereka menikmati dunia anak mereka, dengan lagu-lagu untuk mereka dan tontonan pembangun otak yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar