"tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel bernard batubara"
" Kita pernah terguyur hujan bersama. Kita juga selalu bersama di terik siang. Kita tak pernah lupa berbagi tawa. Kita juga tak segan menangis bersama. Semua kita pernah lewati bersama, saat kata "KITA" masih mewakili aku dan kamu."
Dear You,
Aku berdiri di sini, di kota ini dan di tempat ini, dimana untuk kali pertama aku melihatmu. Dari jauh, dan hanya dari jauh aku selalu mengagumi senyummu, tawamu dan suara lembutmu. Di sini, di tempat aku berdiri sekarang, aku masih ingat itu, aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertamaku. Genggaman tanganmu begitu erat, seakan tak mau lepas. Tatapan matamu tajam, seolah tak membiarkan aku sedetik saja lepas dari penglihatanmu. Aku di sini, berdiri di tempat ini mengingatmu...yang selalu mendekap saat aku rapuh. Merengkuh saat aku jatuh, dan kamu...kamu yang memberi warna pada duniaku. Setiap hari ada senyum itu, tapi itu dulu...sebelum hari dimana aku berdiri sekarang. Dan aku, masih berdiri di sini, tak ada lagi sosok itu dan tak ku temukan lagi senyum itu. Di tempat ini aku masih berdiri, ingin aku beranjak tapi ku tak mampu. Aku masih ingin senyum itu, tapi semua terlalu sadis untuk membiarkan aku menangis. Dan aku masih di sini, menunggu waktu kau temukan aku.
MAS, siang ini aku duduk di tempat biasa kita berbagi cerita. Hari ini tidak terlalu ramai, suasananya tenang, satu kondisi yang kamu sukai. Aku selalu menyempatkan waktu ke sini, terlebih saat aku merindukanmu. Kamu ingat terakhir kita liburan bersama? Dalam satu hari kita berpindah 4 kota. Itu perjalanan terpanjang kita yang pertama, perjalanan yang berakhir di Kota Jogja.
Aku masih hafal wangi ombak pagi itu, seberapa kencang angin yang memain-mainkan ujung hijabku. Kita ada di belahan bumi yang sama, kita duduk di tempat yang sama. Kita ada dalam situasi yang sama dan kita melihat awan yang sama, tapi bodohnya aku, aku tak pernah tau kalau ternyata kita sudah menggambarkan bentuk awan yang berbeda.
Kamu berdiri tepat dibelakangku, bila saja aku memejamkan mata ini sekarang, aku masih bisa merasakan pelukanmu. Tanpa kata, tanpa tanya, kita memilih untuk membisu, hanya tatapan mata kita yang jauh sesekali mendapati obyek yang sama. Aku merasakan hembusan nafasmu satu-satu, hangatnya menjalar hingga semua kalimat tanya yang siap keluar dari mulutku seakan hilang bersama setiap hembusan itu. Lama kita mematung, aku mulai merasakan pelukanmu mulai mengendur, perlahan, pelan hingga ada satu langkah mundur, langkah itu terus bertambah, langkah itu mulai panjang dan menjauh. Kamu memutuskan pergi, tanpa kalimat dan tanpa koma, kamu langsung memilih titik untuk mengakhiri ini.
Kamu tak ada kini, meninggalkan aku dengan begitu banyak kalimat tanya. Aku tak tau kenapa tanpa sepakat kamu merubah "Kita" kembali menjadi aku dan kamu. Kita baik-baik saja selama ini, bahkan terlalu baik hingga saat kau mulai hilang, datang dan pergi sesuka hati aku selalu dan masih menunggumu kembali. MAS, tau kah kamu apa artinyanya kamu buat aku? Kamu adalah warna. Yang menjadikan hitam dan putihku tak lagi berkuasa. Kamu menjadikan birunya langit sebagai penghapus sedihku. Kamu kenalkan aku pada Tuhan dari damainya hijau. Kamu ajarkan aku berani menghadapi semua segarang merah. Kamu melarangku sombong, kamu teladanku berendah hati seputih jiwa. Sinar terang matahari kamu jadikan semangatku dalam kuning. Jinggamu kau bawa pada indahmya cakrawala. Aku mulai menghargai perbedaan setelah mengenal lebih dekat damainya merah dan biru menjadi satu berwujud ungu. Kamu adalah warnaku, kamu serupa apapun yang aku mau. Bersamamu, aku tak perlu menjadi kamu untuk mengerti kamu pun kamu, tak perlu menjadi aku untuk mengerti aku, aku dan kamu hanya perlu menjadi "Kita" tanpa harus menggunakan koma.
Tapi kini, warnaku menjadi abu-abu, tak ada lagi kamu. Ragamu sudah tak lagi tersentuh, bayangmu semburat kabut, namun aku tau keberadaanmu selalu ada. Jauhmu membuat mataku tak mampu menjangkau, tapi kamu perlu tau, doaku selalu tersampaikan walau dimanapun kamu berada.
MAS, kenapa kamu memilih untuk meninggalkan "Kita"?
Kalimat tanya yang tak pernah ku dapati jawabannya. Kita masih punya rasa yang sama, kita masih saling melihat dalam kaca mata media tapi kita terlalu sombong, kita terlalu angkuh untuk merangkul ego.
Kamu tau, seperti apapun kamu, aku tak bisa membencimu...karna rasaku masih lebih kuat dari benci itu. Aku bertahan dalam titik yang bagiku hanya koma, karena aku tau, setiap rasa pasti akan mendapati takdirnya, semua tinggal menunggu waktu, itulah mengapa tercipta sebuah jeda. Dan jika kamu adalah takdirku, maka tunjukkan aku jalan kembali kepadamu....
Sherina - Simfoni Hitam
Malam sunyi kuimpikanmu
Kulukiskan kita bersama
Namun s'lalu aku bertanya
Adakah aku di mimpimu
Di hatiku terukir namamu
Cinta rindu beradu satu
Namun s'lalu aku bertanya
Adakah aku di hatimu
T'lah kunyanyikan alunan-alunan senduku
T'lah kubisikkan cerita-cerita gelapku
T'lah kuabaikan mimpi-mimpi dan ambisiku
Tapi mengapa ku takkan bisa sentuh hatimu
Bila saja kau di sisiku
'Kan ku beri kau segalanya
Namun tak henti aku bertanya
Adakah aku di rindumu
Tak bisakah kau sedikit saja dengar aku
Dengar simfoniku
Simfoni hanya untukmu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar