Kamis, 20 Maret 2014

Sebelum "titik"

     Suara jam piggy yang menempel di tembok kamar yang menghadap ke arahku terdengar lebih nyaring dari biasanya. Bahkan detak dari arloji kecilku pun terdengar jelas. Malam semakin larut ketika aku memutuskan menghabiskan sisa malam ini untuk menulis.

     Di satu kotak tempat yang menaungiku, aku tak bisa banyak bergerak. Berjuta resonansi pikiran yang menyebar rata di seluruh persendian alam sadarku membuat aku menciut. Kudapati bias, tak banyak, sehingga tak mampu memunculkan senyum.

     Aku rasa, aku kehilangan banyak hal akhir-akhir ini. Aku lupa cara tertawa, terbahak, selepas mungkin, sampai air mata ikut mengalir. Aku ada di sini sekarang, pada situasi yang tak banyak memberiku pilihan. Aku hanya sedang menunggu, entah harus berpegang pada yang mana aku untuk bisa lebih kuat nanti.

     Cahaya yang sebelumnya aku sangka akan ku dapat jauh lebih cerah, ternyata meredup. Redup....hingga aku perlu menyipitkan mata untuk bisa melihat lebih jelas. Dan ruang gerak ini semakin menyempit, menekan keberadaanku.
  
     Aku rindu sesosok pelangi, aku terus menunggunya. Pelangi, dia lah yang akan menjemputku, dia yang mengajarkan aku bersabar. Karena pelangi tak akan sembarang muncul dan datang. Pelangi tau kapan dia harus tampak, dan kepada siapa dia ingin dilihat. Aku menunggunya, entah sampai kapan....

     Kamu tau warna biru? Dia sosok biru yang menjadi alas sang pelangi, yang menjadikan warnanya lebih kaya.
Dan kamu mengenal jingga? Sesosok duplikat yang aku menyebutnya gerbang pelangi. Pesona warna yang susah untuk mataku mengurainya. Semburatnya mendekatkan mataku pada cakrawala.

     Aku menyebutmu PELANGI. Paduan cipta warna, hasil karya Sang Maha Pencipta, dan tak seorangpum mampu menyamainya. Dia penuh warna, dengan hijaunya yang meneduhkan. Merah adalah pemimpin yang tak takut mati. Cakrawala meminjamkannya jingga. Kuning mewakili kilauan matahari yang tak kunjung kehabisan sinarnya. Biru lah alas yang menjadikannya lebih indah. Semburat nila dan ungu menjadikan aku selalu ingat bahwa setiap warna tunggal yang tak kenal egois, bila disatukan akan menghasilkan keindahan yang lain. Warna-warna yang menjadikan mataku selalu berkaca-kaca. Damai, tenang dan menjanjikan kesanggupan setia.

     Aku ingin segera bertemu pelangiku. Agar warna mendung ini tak berlarut pekat. Suara dentingan jam piggy dan arlojiku kembali membawaku ke ruangan ini. Tersentak aku akan kesendirian sepi ini yang membuat aku bisa dengan jelas mendengar setiap detakannya. Bahkan sekarang suara tunggal yang terdengar, menjelma serupa bentuk dalam otakku.

     Dimana pelangi itu? Kenapa bukan dia yang kujumpai dalam otakku. Aku lelah, dan kasur ini menina bobokan aku, erat guling ini mendekap tubuhku, perlahan hangat menjalar rata keseluruh tubuh karena selimut memelukku, tersisa satu dan dia berbisik "Selamat tidur, tenanglah...esok pelangi akan datang bersama senyummu", bantal mengantarku terlelaap. Selamat malam!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar